Dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan, bulan Agustus yang lalu Sekolah Tetum Bunaya menyelenggarakan lomba gapura yang diikuti oleh seluruh kelompok orangtua murid: Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar. Kelompok orangtua Taman Kanak-kanak memenangkan kategori Gapura Istimewa, dan mendapatkan hadiah berupa workshop Kesiapan Bersekolah. Workshop dilaksanakan tanggal 4 Desember 2014 yang lalu, bertempat di Taman de Batavia, Jagakarsa.

Para Bunda mulai berdatangan menjelang pukul 08.00 WIB, beberapa membawa serta anaknya yang nantinya akan bermain di area terpisah. Tepat jam 08.00 Kak Endah membuka workshop dengan memperkenalkan Ibu Alzena Masykouri MPSi, seorang psikolog yang juga pendiri Sekolah Bestariku di Bintaro.

Workshop berlangsung dengan santai, tidak berstruktur, tidak ada pembawa acara, tidak ada moderator, jika para Bunda ingin bertanya boleh langsung bertanya, bisa diikuti dengan sesantai mungkin, karena workshop ini adalah sebuah hadiah oleh karena itu dibuat sebagai kegiatan yang membuat semua gembira.

Berikutnya Kak Endah meminta para Bunda berdiri.  Satu demi satu diminta ke depan kemudian  memperagakan emosinya, peserta yang lain mengikuti termasuk kakak-kakak yang juga mengikuti workshop ini.  Masing-masing memperagakan suasana hatinya. Ada yang riang, sakit gigi, memperagakan masih mengantuk (ngulet), semangat,  ada yang risau karena harus buru-buru, pusing, sakit perut,  ada yang memegang perut karena sedang hamil,  bersin,  menyambut tamu, ditutup oleh Ibu Alzena dengan menepuk dada kemudian membuat tanda cinta yang besar dan ditiupkan kepada semua yang hadir.

Setelah itu acara inti dimulai. Para Bunda dibagi dengan cara berkelompok sesuai dengan nomor sepatu kemudian diambil dua yang terbanyak. Baris pertama dijadikan ketua kelompok.  Kedua kelompok dibagi berdasarkan penggemar makanan yang gurih dan manis.

Untuk penggemar makanan manis menulis  kemampuan yang  harus dimiliki anak sebelum masuk SD.  Sedang grup Gurih, tugasnya adalah menuliskan ketrampilan apa saja yang dipelajari di SD. Awalnya mereka secara pribadi menulis opini masing-masing. Kemudian menulis berkelompok dengan anggota dua hingga tiga orang. Selesai diskusi kelompok kecil, hasilnya ditulis di whiteboard. Ada dua lajur sebelah kiri grup Manis dan kanan grup Gurih. Masing-masing kelompok kecil dari grup menulis hasil diskusi dan saling melengkapi. Berikutnya masing-masing grup membuat urutan ide berdasarkan keutamaan.

Para Bunda grup Manis menulis sesuai dengan nomor urutan yang terpenting adalah

  1. Mandiri: mampu mengurus diri sendiri, misalnya sudah lulus toilet training.
  2.  Sosialisasi: memiliki sosioal emosi yang baik, disiplin, percaya diri, dan mampu berinteraksi dengan lingkungan.
  3. Kemampuan motorik kasar  dan halus sudah berkembang dengan baik.
  4. Mampu berkonsentrasi dengan rentang waktu agak panjang.
  5. Bahasa.
  6. Sudah mengenal abjad dan angka.

Sementara para Bunda kelompok  Gurih  mempunyai kesimpulan

  1. Hasrat belajar yang tinggi
  2. Mandiri
  3. Kemampuan sosial: bisa berteman dengan siapa saja, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, dan mampu berinteraksi dengan sekelilingnya.
  4. Disiplin
  5. Mampu fokus dalam kegiatan yang lebih banyak
  6. Bahasa
  7. Seni Budaya: seni tari, seni menyanyi, menggambar.
  8. Calistung: membaca, menulis, berhitung
  9. Olah Raga/fisik
  10. Sains
  11. Mempelajari lingkungan sekitar dengan penjelasan yang bisa diterima dan umur yang sesuai.
  12. Problem solving

Ibu Alzena sengaja menggali dari para Bunda terlebih dahulu. Komentar beliau terhadap kumpulan pikiran orang tua murid adalah benar-benar sejiwa dengan Sekolah Tetum Bunaya, sebab calistung mendapat urutan kesekian.  Ini bukan masalah penting atau bukan.

Anak-anak yang siap sekolah  biasanya sanggup menyerap informasi berupa lisan, tulisan, dan logika.  Anak-anak  mencari sendiri dan mengembangkan informasi yang diperoleh dari guru dan lingkungan sekitar. Mentransfer ilmu tidak seperti menuang teh dari teko, sebab anak adalah individu yang aktif.

Psikolog yang memiliki anak yang telah duduk di kelas 6 SD tersebut memaparkan  poin-poin yang perlu dipersiapkan untuk  anak masuk ke Sekolah Dasar. Anak yang siap sekolah sudah mempunyai sebagai berikut

Awareness

Mampu beratensi sesuai usia. Anak-anak memiliki waktu fokus 1 menit dikali usia mereka. Misalnya anak  yang berumur enam tahun mempunyai  kemampuan kosentrasi dalam kegiatan selama enam menit.   Anak ini mampu mengerjakan contohnya worksheet dalam waktu 6 menit, istirahat, kemudian berkegiatan kembali.

Kemampuan yang lain adalah mampu berkomunikasi, menyampaikan yang ada dalam pikirannya dengan baik. Mampu menerima instruksi. Mampu mengenali lingkungan sekitar. Anak sudah bisa menetapkan tujuan, target, dan memahami kegiatan yang dilakukan.

Kendali diri

Kendali diri terhadap motorik  yang mengarah pada fisik dan kendali diri terhadap emosi: seperti perilaku adaftif, mempunyai skill problem solving,  dan bertanggung jawab.

Ibu Alzena memaparkan suatu contoh kasus yang terjadi di kliniknya. Bulan-bulan menjelang penerimaan siswa baru banyak orang tua yang datang untuk berkonsultasi. Orang tua menganggap anaknya yang usianya belum genap 7 tahun dengan kemampuan calistung tidak ragukan dapat sekolah di Sekolah Dasar. Padahal, anak yang sudah  terampil calistung belum tentu secara fisik siap untuk Sekolah Dasar.  Untuk menulis diperlukan tulang punggung yang lurus. Hanya pergelangan tangan yang bergerak.  Kaki harus menjejak/ menapak.  Pada saat menulis bila kaki ikut bergerak akan membuyarkan konsentrasi. Anak kecil tidak seperti anak yang lebih matang/orang dewasa yang bisa fokus walau di sekelilingnya ramai.  Oleh karena itu penting  anak mahir melewati tangga pelangi. Sebab pada saat naik tangga ada banyak  koordinasi: mata, tangan, kaki, otak dan lain-lain. Untuk kelas lebih tinggi anak-anak harus tangkas mengendalikan fungsi melihat, mendengar, mencerna yang diterangkan guru sekaligus.

Sambil menunjuk anak-anak yang bermain di taman. Bu Alzena menjelaskan betapa penting anak-anak bermain di luar. Beliau sering menemukan kasus anak seusia 1-3 tahun berteriak ketika kakinya tanpa alas harus bersentuhan dengan rumput, tanah yang becek, gundukan tanah. Anak-anak harus melewati tantangan taktil ini. Kaitannya anak yang biasa menapak akan membantu dalam proses pra menulis.

Tantangan lain untuk anak adalah menegakkan punggung. Bagi mereka hal itu tidak mudah. Ada anak melakukan aktifitas menulis seraya meletakkan dagunya di meja. Daya tahan kosentrasi tidak akan bertahan karena lama kelamaan punggungnya akan sakit.

Ada baiknya anak dibiasakan melakukan kegiatan yang menunjang kemampuan problem solving seperti bermain puzzle, lego, game, sudoko. Sementara tentang tanggung jawab Ibu Alzena memberi contoh interaksi beliau dan anaknya. Pada saat kelas 1 SD, anak sudah dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya. Ia diberi tugas resume. Ibu Alzena memberikan satu kali contoh dengan menempelkan post it pada buku pelajaran untuk mempermudah mengingat tugas.  Selanjutnya Ibu Alzena membiarkan anak bertanggung jawab terhadap tugasnya dan menegaskan kalau perlu minta tolong. Orang tua bertugas menyiapkan suasana belajar yang kondusif. Penerangan yang cukup, menjaga kesehatan sang buah hati, boleh menolong hanya saja bersifat mengarahkan. Bila harus terlibat dengan kegiatan sang anak, lakukanlah dengan senang hati.

Kemandirian

Mampu merencanakan kegiatan sendiri  dan mandiri dalam ADL ( activity of daily living).  Ibu Alzena mengajak para Bunda merenung ketika berbicara kemandirian. Kita tidak tahu umur kita sampai kapan. Oleh karena itu persiapkan anak untuk mandiri. Anak-anak yang belajar menyelesaikan masalah sendiri akan mandiri.

Pernah seorang ibu berkonsultasi membawa anaknya yang berusia 7 tahun. Ia menangis karena ingin ke toko  buku. Padahal jadwalnya harus konsultasi terlebih dahulu. Anak tersebut tidak berhenti menangis. Akhirnya sang ibu mengalah dan memeluknya. Di rumahpun demikian, sang anak tidak dibiarkan menyelesaikan masalahnya sendiri. Anak juga tidak diajarkan merencanakan kegiatan.

Contoh lain pada kasus yang berbeda: orang tua biasa membantu anak yang mengalami kesulitan  menutup restleting. Tidak selamanya kondisi restleting mudah ditutup. Seyogyanya orang tua membiarkan anak berusaha terlebih dahulu.

Ibu Alzena bercerita ada orang tua murid  yang protes terhadap perbandingan guru 1 banding 8. Ia beranggapan anak tidak terpantau dengan baik. Padahal itu sudah ideal. Guru dalam activity of daily living kelas bertugas mengawasi kegiatan belajar dari awal hingga akhir berlangsung aman.  Bukan mengikuti satu orang murid kemana ia pergi. Membiarkan anak membawa piring makan keramik saat makan siang  adalah pembelajaran.

Bila memiliki anak yang perkembangannya tidak sesuai tahapan orangtua tidak perlu berkecil hati. Anak tidak akan mencari tahu usia temannya serta sudah memiliki kemampuan apa saja. Hal yang penting adalah menyiapkan mental. Apalagi kalau ada pertemuan keluarga. Biasanya usia menjelang Sekolah Dasar akan ditanya sudah bisa membaca atau belum. Tidak nyaman lagi bila dibandingkan dengan anak yang lain.

Perkembangan anak tidak diukur dengan hal yang demikian. Berkait dengan hal ini,  Ibu Alzena percaya pada Kak Endah yang picky/ selektif dalam memilih sebuah kompetisi. Hal itu dibenarkan oleh Kak Endah. Sebelum mengikuti lomba, beliau menerangkan akan ada surat menyurat yang panjang dengan panitia. Untuk memastikan  perlombaan tidak membuat anak ambisius.

Sesi terakhir adalah tanya jawab. Seorang Bunda  menanyakan apakah Diknas membuat ketetapan untuk sekolah TK agar  tidak mengajarkan calistung terlebih dahulu? Jawaban Ibu Alzena Diknas sudah membuat peraturan. Namun ada saja sekolah yang mengabaikan. Boleh mengajarkan calistung dengan syarat tidak dipaksakan. Sudah banyak penelitian apabila itu dilakukan akan menimbulkan masalah besar dikemudian hari. Anak akan mogok belajar. Di luar negeri, reading ability (kemampuan memahami bacaan) yang diutamakan.

Pertanyaan yang lain adalah usia yang tepat anak diajarkan membaca. Ibu psikolog ini menegaskan  tidak anti terhadap pembelajaran membaca pada usia dini. Anak beliau sudah bisa membaca saat usia 3 tahun 2 bulan.  Kuncinya tidak ada paksaan. Bagaimana caranya? Tumbuhkan kebutuhan untuk bisa membaca. Misalnya laptop diberi password. Juga siapkan anak untuk belajar. Ada anak yang butuh  sementara ia belum siap. Awali dengan berlatih berjalan ke depan ke belakang. Ke kiri kemudian ke kanan. Menyiapkan anak untuk membaca  dari kiri ke kanan. Guru biasanya melakukan asesmen kilat untuk mengetahui metode belajar membaca yang dibutuhkan anak. Ibu juga harus tahu sehingga menemukan cara yang tepat. Bila sudah menemukan cara yang tepat. Orang tua bisa memberi pelajaran membaca pada anak. Dalam waktu  tiga bulan anak akan bisa membaca tanpa kursus.

Pertanyaan ketiga: bagaimana detoks kecanduan screen activity? Jawabannya adalah langsung dihentikan alias puasa total.  Tidak dilakukan dengan bertahap. Di bawah 4 tahun nol jam sedang diatas usia itu boleh setengah jam dalam sehari. Dalam waktu yang tidak terus menerus. Sisa waktu yang mereka punya harus berlari, melompat dan lain-lain. Kecuali pada saat darurat misalnya di ruang tunggu dokter atau pada saat long flights.

Kak Endah menambahkan semenjak dalam perut  anak sudah belajar membaca. Ia mendengar ritme jantung ibunya.  Mereka belajar dengan alami. Maka ketika ditanya orang tua bagaimana memilih sekolah dasar? Bila diawal saja sudah ditest dengan kertas dan pensil, orangtua harus waspada. Plihlah sekolah  yang menseleleksi anak dengan cara yang sudah diuraikan Ibu Alzena tersebut diatas.

Selesai tanya jawab, anak-anak yang ikut hadir kembali bergabung dengan para Bunda. Anak-anak rupanya sudah mulai lelah. Setelah kurang lebih 3 jam melakukan aktivitas seperti menggambar, berlarian, jualan es krim yang terbuat dari shuttlecock.

Acara ditutup dengan pembagian goodie bag berupa satu pot bunga yang boleh dimilih  sendiri. Semua Bunda yang berjumlah 20 orang tersebut mendapatkan bunga. Senyum mendapat bunga dan ilmu diabadikan dalam sesi foto bersama.

Ditulis oleh Kak Tri