Rakha sedang menjelaskan perawatan aglonema pada hari ulang tahunnya yang ke-6.
Kami memilih Tetum karena satu alasan yang paling mendasar dari sekian banyak alasan: Tetum sangat memahami apa yang dibutuhkan anak kami Rakha, ya gaya belajarnya dan perkembangannya. Tetum tidak hanya mencetak anak yang pintar, tapi anak yang kreatif. Bagi kami, pintar belum tentu kreatif, tapi anak kreatif sudah pasti pintar.
Dari obrolan dengan teman-teman, saya melihat bahwa sekolah adalah suatu beban bagi anak. Banyak anak yang bolos dengan alasan lelah, mengantuk, ataupun guru galak. Tapi alhamdulillah, kami rasakan Rakha selalu melangkah ke sekolah dengan nikmat.
Kami sendiri merasa terbantu dalam penanganan Rakha yang mengalami masalah dalam keterampilan motorik halus. Kalau kami menyekolahkan di tempat lain, mungkin Rakha akan diminta akan lebih banyak berlatih menulis, tapi di Tetum ada program stimulasi khusus untuk memperbaiki kemampuan motorik halus Rakha, yang alhamdulillah kini membaik.
Rakha di Kelas Sensori
Ini unik dan di luar dugaan saya. Ternyata belajar dengan cara langsung mempraktikkan lebih efektif dan tepat sasaran daripada menghapal.
Ketika Rakha belajar bagaimana pohon pepaya berproses, dia pun berpikir bahwa makhluk hidup ada karena proses. Suatu malam kami membicarakan apa yg sudah dipelajari sekolah pagi itu, tiba-tiba Rakha bertanya, “Bagaimana Kakak dan Adik bisa ada, Bunda?”
Ya, Rakha makin haus dengan jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,dan bagaimana. Misalnya, waktu di televisi ada berita tentang tornado di Amerika, dia bertanya apa perbedaan tornado, angin puyuh, dan angin puting beliung. Mengapa bisa terjadi angin, bagaimana angin bisa menghancurkan semua. Hujan itu apa? Mengapa sering hujan, bagaimana hujan bisa terjadi, apa itu pelangi, kapan pelangi datang, kenapa sekarang pelangi tidak pernah terlihat padahal sering hujan…
Buat saya itu sangat luarrrr biasaaa padahal saya tidak pernah mengajarkan apapun karena sibuk dengan si kecil….
Rakha (jongkok ke-3 dari kiri) bersama teman-temannya menanam bayam.
Dulu Rakha sangat pemalu, tapi sejak masuk Kelas Laut, Rakha berubah. Waktu Rakha berumur tiga tahun, kami mengajaknya halal bihalal di Solo. Di acara itu Rakha bergaya seolah fotografer hebat! Semua orang difotonya dan dimintanya tersenyum, sampai-sampai para tamu mengomentarinya “Bocah kendel (pemberani).”
Rakha juga pernah ikut audisi yang diadakan suatu EO. Dia difoto di hadapan orang banyak, dan mengikuti arahan penata gayanya tanpa canggung.
Yang lebih hebat lagi, waktu ulang tahun ke-6 di Bandar Jakarta, Rakha berani tampil menyanyi di depan tamu-tamu restoran.
Kami yakin bahwa orang yang kreatif adalah orang yang berhasil membangun rasa percaya dirinya, dan rasa percaya diri itu menjadi modal awal menuju masa depan.
Rakha di kelas Langit (TKA)
Bagi Rakha, kehadiran anak spesial sangat berarti. Setiap pulang sekolah, Rakha menceritakan kemajuan seorang temannya yang anak spesial. “Bunda, dia tidak takut lagi dengan suara keras”, “Bunda, dia sudah bisa mengucapkan astagfirullahaladzim”, “Bunda, dia sudah mulai duduk di garis lingkaran.”
Rakha juga mengamati perkembangan temannya yang memakai alat bantu dengar: “Bunda, dia semakin pandai melukis.”
Rakha tidak hanya bisa melihat ke luar, tapi juga ke dalam diri. Dia bilang Tuhan beri Rakha sempurna agar Rakha sayang kepada teman-teman. Kepada adiknya pun dia sangat sayang. Biarpun masih kecil, Rakha pintar momong adikJ.
Ssttt … suatu hari dia bercerita kepada saya, “Aku dicubit teman, Bunda, karena aku membela seorang teman lain.” Saya tanya kenapa Rakha membela dia. Jawabnya, “Karena aku tahu dia tidak salah.” Saya sampai terharu. Tidak terasa mengambang airmata. Alhamdulillah, anakku punya empati yang luar biasa ternyata…..
(Ditulis oleh Ibu Evi Andhari Subagyo, ibunda Danica Rakha Abigail, kelas Merkurius – 1 SD)