n1263964708_172131_4962

T: Di mata mama dan papa Reza, bagaimana Sekolah Tetum berkontribusi terhadap perkembangan Reza?

J: Ketika Reza mulai bersekolah di Tetum, tahun 2004, kami sudah melihat dia punya kepercayaan diri yang baik. Terbukti ketika hari pertama (masih terbayang di benak kami), Reza dengan mudahnya berbaur dengan kakak-kakak kelas, ikut duduk di meja fiber di halaman dan menggebuk-gebuk meja bersama kakak itu sambil tertawa-tawa.  Sepertinya sejak hari pertama Reza tidak perlu ditunggui orang tuanya di sekolah.

Kemudian saat sudah tiga bulan bersekolah, dengan pedenya lagi dia protes,  “Eza nggak mau diantar Mbak lagi. Cuma Eza yang ditemenin mbaknya di mobil antar jemput.” Bisa dibayangkan keraguan saya, anak umur 2 tahun 9 bulan minta jalan sendiri? Namun setelah bicara dengan kak Wiwik yang meyakinkan saya bahwa keamanan Reza akan terjaga dengan baik, saya dengan berat hati menyetujui permintaan Reza. Nyatanya, Reza memang baik-baik saja, bahkan sampai lulus pun dia menyukai naik mobil antar jemput.

Bersekolah di Tetum, yang selalu mengajarkan kemandirian dan terus memupuk rasa percaya diri, membuat Reza semakin tampak kelebihannya. Dalam berbagai kesempatan, percaya dirinya ini tampak menonjol dibandingkan anak-anak lain bahkan yang umurnya di atas Reza. Ke mana pun Reza kami bawa, dia selalu bersosialisasi dengan baik, punya tenggang rasa, dan dapat berempati kepada orang lain.

IMG_1976

Reza di kelas Antariksa (TK B). Kemampuan sosialnya berkembang dengan baik.

Tetum juga mengenali bakat muridnya. Para guru senang menceritakan bakat dan kelebihan Reza di kelas,  seperti: kegemarannya bicara di depan publik. Dia suka menceritakan kembali kisah nabi-nabi kepada teman-temannya, bergaya seperti seorang guru di depan kelas. Bakatnya ini lebih dikembangkan lagi dengan adanya kesempatan belajar presentasi di kelas. Bayangkan, anak TK diminta presentasi? Tapi bagi Reza sepertinya itu menjadi pengalaman yang menyenangkan, sehingga dia bisa mendapat piala untuk presentasi terbaik di kelas Langit (TK A), tahun 2008. Dan ini terus dilanjutkan dengan presentasi spektakulernya tentang kampung halaman di kelas Antariksa. (see Reza’s Story http://mamanya.wordpress.com/rezas-story/)

Ketika Reza mulai mempelajari sendiri tentang global warming, Tetum pun mendukung dengan ikut memberikan perhatian pada topik ini, bahkan diikuti dengan ‘action’ yaitu menambah pohon-pohonan yang ditanam, dan juga memberi kesempatan pada Reza untuk presentasi di depan orangtua murid pada saat School Fair.

Rasa percaya diri dan kepintaran presentasi ini terus terbawa sampai SD, bahkan bisa membawanya bertemu dengan Presiden RI, di umurnya yang baru 7 tahun…

6051_1195116999109_1263964708_577602_5550893_nReza (kanan depan) dan Kania (ke-2 dari kanan), keduanya alumni TK Tetum, pada acara pembacaan puisi untuk Presiden RI

T: Dalam hal partnership, dalam pandangan mama dan papa Reza dan Lukman, sejauh mana Tetum mengembangkan hubungan dengan orang tua murid?

J: Tetum sangat memperhatikan masukan orang tua murid, serta menanggapi dengan baik usulan, maupun keluhan orang tua murid. Contohnya ketika kami ceritakan minat Reza soal global warming, hanya lewat email (jalur informal), sekolah kemudian mengambil langkah-langkah yang menunjukkan dukungannya pada minat Reza. Kemudian juga ketika kami ingin Tetum ikut acara Dongeng Pagi FeMale radio, Tetum juga mendukung, dengan mengirim surat pemberitahuan kepada orang tua murid agar putra-putri mereka berpartisipasi pada acara itu. Sepertinya Tetum memandang kesempatan itu dapat menjadi pengalaman berharga untuk muridnya.

Dalam penanganan untuk anak, Tetum selalu melibatkan pihak orang tua, sehingga usaha tersebut berkesinambungan, tidak putus di sekolah saja. Orang tua murid selalu diinformasikan tentang apa yang direncanakan, apa yang akan dan sudah dilakukan, sehingga  mendapat gambaran yang jelas kegiatan di sekolah. Tetum pun kerap menginformasikan kegiatan lewat FaceBook, sehingga orang tua murid bisa mendapat ‘laporan pandangan mata’ dari kegiatan anak mereka di sekolah.

Selain informasi, saya juga merasakan ikut dididik Sekolah Tetum, dan mendapat masukan tentang penanganan yang sebaiknya kami lakukan di rumah. Karena itu saya suka bilang, “Kalau bersekolah di Tetum, bukan anaknya saja yang belajar, tapi orang tuanya juga ikut dididik menjadi pribadi yang lebih baik”.

T: Dalam titik-titik kritis, bagaimana Tetum Bunaya mengatasinya dan mencari solusi?
Dalam menanggapi masalah, Tetum selalu berpikiran terbuka, menerima dengan positif, tidak pernah mendiamkan ataupun menganggap apa yang dibicarakan itu bukan masalah penting. Solusi yang dicari adalah pemecahan dengan cara yang positif sehingga solusi yang terbaik yang dilakukan, bukan hanya mengambil jalan yang termudah dilakukan.

T: Bagaimana ketanggapan Sekolah Tetum Bunaya dalam penyelesaian masalah/komplain?
Setiap ada komplain, saya merasa apa yang disampaikan itu ditanggapi dengan serius. Tetum selalu meneliti duduk masalahnya, dan menjelaskan kembali apa yang akan dilakukan, dan apa yang akan diperbaiki (jika perlu). Beberapa kali saya complain mengenai masalah komunikasi (pesan yang tidak disampaikan, atau surat sekolah yang tidak diterima) dan saya lihat realisasinya sekarang Tetum sangat menjaga agar hal-hal tersebut tidak terulang lagi.

EPV0001

Buku Penghubung, salah satu sarana komunikasi antara sekolah dan orang tua murid.

T: Bagaimana Sekolah Tetum Bunaya melakukan sosialisasi terhadap kehadiran ABK?
J: Dengan Lukman, kami merasa sangat didukung seratus persen, bahkan lebih. Pada saat Lukman baru didiagnosis autis, dan kemudian Tetum keluarkan tulisan “Lukman, Sebuah Potret Dalam Paradigma Pertumbuhan” http://endah.sekolahtetum.org/?p=11 kami merasa sangat terharu, langkah ini membuat orangtua murid lain bersimpati pada kekhususan Lukman. Kemudian dengan diadakannya event “Aku Sahabat Anak Spesial” tanggal 10 April 2010 di Leksika Bookstore, lagi-lagi membuktikan dukungan sekolah yang sepenuhnya pada kehadiran ABK. Suatu kehormatan bisa berbagi di acara tersebut, dan senang sekali bisa berkenalan langsung dengan Osha, penyandang autis yang kini kuliah di UGM. Akibat lain dari acara itu adalah kami bisa berkenalan dengan para pendukung ABK di luar sekolah, yang juga datang menjadi tamu di acara tersebut.

Kadangkala khawatir juga mengingat Lukman suka memukul, menendang, jika marah, dan kami takut ini akan dipandang negatif oleh orang tua murid lain. Namun sudah terbukti, Tetum sangat melindungi kepentingan semua muridnya, tanpa kecuali. Ini membuat kami sangat tenang, dan bisa konsentrasi pada hal-hal lain untuk kepentingan perkembangan Lukman.
DSC_0212

Lukman berlatih menjalin kontak sosial dengan cara yang alami.

T: Bagaimana Sekolah Tetum Bunaya membangun sistem hubungan orang tua murid-sekolah-terapis untuk penanganan ABK?

J: Ketika saya menyatakan kegundahan melihat Lukman tidak pernah mau masuk ke kelas (saat masih kelas Langit), Tetum mau menerima usulan saya agar guru kelas ikut melihat terapinya Lukman dirumah. Bahkan dilanjutkan oleh Tetum dengan mengundang terapisnya Lukman ke sekolah. Hal ini dapat terlaksana karena Tetum selalu mau mendengar, dan menganggap penting apa yang disampaikan orang tua murid. Dengan kerjasama yang baik ini kondisi Lukman di sekolah jadi seperti yang kami harapkan, lebih mau ikuti aturan, lebih mau bergabung, walaupun masih ada naik dan turunnya. Setelah itu pun Tetum terus melakukan reviu berkala atas perkembangan Lukman yang melibatkan ketiga pihak, sehingga usahanya terus berkesinambungan, tidak terputus-putus.

Terus terang ini usaha Tetum yang perlu dicontoh sekolah lain, sehingga penanganan ABK lebih fokus, namun juga fleksibel, tidak dipatok sama-statis sepanjang semester. Contohnya ketika Lukman perlu shadow teacher. Yang kami tahu sekolah lain selalu mematok shadow teacher sepanjang semester. Tapi Tetum tidak begitu. Begitu dilihat Lukman sudah perlu berlatih mandiri,  pelan-pelan dia dipisahkan dari  shadow teacher-nya.

EPV0028Lukman tak lagi memerlukan guru pendamping khusus.



T: Bagaimana usaha Sekolah Tetum Bunaya dalam mencari solusi terbaik penanganan ABK dengan cara mengajak seluruh tim belajar, menjalin kemitraan dengan pihak luar?

J: Ini juga patut diacungi jempol. Seperti yang pernah saya tulis, Tetum tidak cuma berhenti pada slogan-slogan, atau pernyataan tertulis penerimaannya atas ABK. Saya tahu betapa kakak-kakak bekerja keras menambah ilmu untuk menambah pengetahuan mengenai ABK, baik dengan mempelajari buku-buku, menghadiri seminar/workshop, mengikuti training baik di luar sekolah maupun training intern, dan itu bukan hanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun juga menuntut waktu lebih di luar jam kerja dan harus mengorbankan waktu pribadi bersama keluarga dirumah.

Dengan begitu orang tua murid dapat diyakinkan bahwa kakak-kakak menangani ABK bukannya hanya berdasarkan kasih sayang namun juga dengan ilmu sehingga bisa melakukan penanganan yang tepat.

Saya juga lihat usaha Tetum untuk menjalin kemitraan misalnya dengan berbagai klinik tumbuh kembang, berbagai lembaga Montessori dan peorangan yang ahli di bidang pendidikan juga sangat baik, menyebabkan Tetum selalu mendapatkan informasi yang terkini dalam dunia pendidikan.

PICT0491Kunjungan Bu Ratna dan Ms Emmy dari Fundi Montessori Training Center ke Sekolah Tetum Bunaya. Salah satu bentuk kemitraan demi perkembangan anak-anak Indonesia.

T: Ada hal lain yang ingin ditambahkan, Mama Lukman?

J: Satu hal yang kami rasakan dengan Sekolah Tetum adalah adanya Kepercayaan (dengan K besar). Percaya bahwa anak kami ditangani dengan baik, percaya bahwa Tetum mengusahakan yang terbaik dalam menyelenggarakan pendidikan anak kami, dan percaya bahwa Tetum punya tujuan mulia untuk membekali anak-anak muridnya agar dapat berprestasi secara optimal, menjadi orang yang mandiri, mempunyai moral yang baik, dan peduli pada lingkungannya. Anak bukan hanya sekadar pintar dari sisi akademis, namun juga dihargai minat dan bakatnya, dan dihargai kekhususannya. Tentunya usaha Sekolah Tetum untuk mencapai tujuan mulia tersebut tidak mudah.

Berbagai peristiwa yang kami alami sudah membuktikan kepercayaan ini dengan berjalannya waktu, baik pada saat Reza masih bersekolah mulai Playgroup Darat hingga lulus TK Tetum, dan berlanjut saat Lukman yang berkebutuhan khusus diterima dengan tangan terbuka untuk dididik disekolah ini. Tidak ada harapan lain dari kami agar Sekolah Tetum bisa terus exist didunia pendidikan, menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain dalam menjalankan visi dan misinya mendidik generasi penerus bangsa.

(Wawancara tertulis dengan orang tua Lukman Ibrahim Salim, kelas Antariksa, dan Reza Iskandar Salim, yang bersekolah di Sekolah Tetum dari tahun 2004-2008, Kelas Darat hingga Antariksa).