WORKSHOP-1

Definisi pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1, butir 1).

Dalam definisi di atas disebutkan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana”. berarti pendidikan merupakan sebuah kegiatan yang harus direncanakan dengan matang demi kepentingan peserta didik atau anak.

Kata “mendidik” merupakan terjemahan dari kata “pedagogi”. Pedagogi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata “paed” (anak) dan “ago” (saya memimpin). Jadi hakikat pedagogi adalah anak (yang) saya memimpin(nya). Kata pedagogi sendiri berasal dari istilah “paedagogos”, kata yang dipakai untuk menjuluki seorang laki-laki pada zaman Yunani Kuno, yang sehari-harinya berkewajiban membawa anak-anak ke sekolah (gymnasium). Dalam perkembangan berikutnya, perbuatan paedagogos dijadikan simbol untuk menunjuk perbuatan mendidik.[i] Pedagog adalah ahli dalam membimbing anak.

Montessori mengatakan bahwa pendidikan adalah a help to life, yang berarti dengan pendidikan kita membantu anak agar dapat menjalani kehidupan.[ii] Dengan demikian, pendidikan harus dimulai sejak lahir[iii], bukan pada usia ketika anak masuk sekolah. Dengan premis ini berarti orang tua adalah guru pertama dan paling penting dalam hidup anak.

Dalam tulisan-tulisannya, Montessori menekankan pentingnya enam tahun pertama sebagai landasan untuk pembelajaran masa berikutnya. “Kita melayani masa depan dengan melindungi masa kini,” tulisnya. Semakin besar terpenuhinya kebutuhan pada satu periode, semakin besar keberhasilan pada tahap berikutnya.[iv]

Untuk meraih keberhasilan itu, perlu kerja sama antara pihak sekolah dengan orang tua. Usaha sadar dan terencana dalam membimbing anak tak akan berhasil tanpa bantuan orang tua.

Dalam pengalaman kami di sekolah pun demikian. Peran orang tua dalam menjalankan pola pengasuhan yang konsisten, dan memberi kesempatan anak untuk mandiri sangat berperan dalamkeberhasilan anak di sekolah.

Untuk memperkuat kerja sama itu, perlu dibangun persepsi yang sama tentang anak. Karena itu Yayasan Dayabunaya menyelenggarakan pelatihan tentang pendidikan anak yang ditujukan kepada orang tua murid.

Pijakan yang kami pakai adalah pendekatan Montessori, sebuah filosofi  pendidikan yang didasarkan pada respek dan kebutuhan anak.[v] Dengan menitikberatkan pada respek terhadap anak dan peka terhadap kebutuhan anak, maka kita dapat melaksanakan pendidikan seperti  yang dikatakan oleh Komar, yaitu: pemberian bantuan orang dewasa terhadap anak agar mampu menentukan keputusan sendiri secara bertanggung jawab. [vi]

Penerapan respek dan kebutuhan anak itu dijabarkannya dalam segitiga komponen pendidikan, seperti terlihat di bawah ini:[vii]

Ketiga komponen itu saling bersinergi. Dalam definisi Montessori, lingkungan adalah “a place for growth and development of the young”.[viii] Guru atau orang tua adalah pendidik  yang menyiapkan lingkungan. Anak adalah fokus dari kegiatan penyiapan lingkungan.

Agar orang tua dan sekolah dapat bekerja sama dalam menyiapkan lingkungan yang baik bagi anak, diselenggarakanlah pelatihan ini.


[i] Dr, Oong Komar, MPd, Filsafat Pendidikan Nonformal, p. 15

[ii] Maria Montessori, The Absorbent Mind, p. 14

[iii] Maria Montessori, The Absorbent Mind, p. 4

[iv] Maria Montessori, The Absorbent Mind, p. 195

[v] Elvira Farrow & Carol Hill, Montessori on a Limited Budget, p. 1.

[vi] Dr, Oong Komar, MPd, Filsafat Pendidikan Nonformal, p. 41

[vii] Training Manual, Practical Life, p.5

[viii] Training Manual, p.5