Aku sungguh menunggu hari ini
bukan karena tempat yang akan kukunjungi

namun karena kesempatan untuk melangkahkan kaki lebih jauh

sendiri.

 

Kau mengantarku di pagi subuh, diiringi awan mendung

sekelabu hatimu

melepasku pergi.

 

Ketika kulambaikan tangan

dengan semangat

kau pun membalas

tanpa dapat menyembunyikan

kegamangan

seperti ketika aku

masuk sekolah di hari pertama.

 

Namun aku merasakan

bagaimana kau mengubah kegelisahanmu dengan doa

dalam sarapan yang kau siapkan di dini hari

dalam jaket yang kau sampirkan di tubuhku

dalam botol minum yang kau kalungkan di leherku.

 

Dengan doa-doamu

perjalananku menjadi pembelajaran

tentang bersabar.

Kuiringi ketidaksabaranku untuk segera tiba

dengan bercanda, menyanyi, makan

Seperti dirimu menunggu kepulanganku:

kau pasangkan ketidaksabaranmu

dengan melakukan banyak hal

dan terus berdoa.

 

Seperti doamu

banyak hal kuserap dalam perjalanan ini

mengatur diri

mengikuti tatanan sekaligus merasakan perlindungan

memperpanjang daya juang

menunggu dan berusaha untuk mendapatkan sesuatu

mengendalikan diri dalam situasi yang tak nyaman

kebisingan

orang-orang lalu-lalang

lampu terang dan temaram.

 

Saat semua usai

kutinggalkan tempat belajarku

dengan senyum kemenangan:

aku adalah pemenang

begitu juga kau, Bunda.

 

Kata-kata itu

kubawa dalam lelapku

dalam perjalanan menuju

rumahmu.

Melangkah di pagi hujan.

 

Mencoba bersabar.

Tawa lepas.

Mengikuti tatanan dan merasa terlindungi.

 

Langkah yang menjauh dan terpadu, dengan pembimbing yang tak pernah membelakangi kami.

 

Dunia baru di dalam kapsul bening.

 

Bersabar untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

 

Mencoba segala kesempatan.

 

Segala peluang.

 

Apa pun jenisnya.

Semua dicoba.

Dalam berbagai suasana.

 

Makan bersama.

 

Berkelana sendiri.

 

Dengan cinta.

 

Mengakhiri langkah dengan bermimpi.

Aku bahagia.