Tanggal 30 November 2012 menjadi hari yang dinantikan oleh anak-anak SD Tetum Bunaya. Di hari itu mereka dijadwalkan berkunjung ke Museum Bank Indonesia. Sebelum keberangkatan mereka selalu bertanya tentang Museum Bank Indonesia.

“Kak, disana ada emas ya?”

“Kak, di Museum Bank Indonesia banyak uang ya?”

“Kak kapan pertama ada uang?”

Hampir setiap anak punya pertanyaan tentang Museum Bank Indonesia. Pertanyaan mereka pun terjawab saat mereka menjelajah bersama di Museum Bank Indonesia.

Pagi itu, Jumat (30/11) mereka berkumpul pukul 05.30 pagi di sekolah, dan berangkat tepat pukul 06.00 pagi. Mereka terlihat menikmati perjalanan.

Di dalam bus.

 

Wow … macet.

Kami sampai di Museum Bank Indonesia pukul 08.30. Sebelum memulai kegiatan, anak-anak ke toilet dulu secara bergiliran. Yang lain menunggu sambil berbaris.

Tiba di area parkir. Bergantian ke toilet.

 

Setelah semua ke toilet, kami pun berjalan menuju museum.

Berjalan menuju museum.

 

Di Museum Bank Indonesia  petugas museum menyambut kami, dan membagikan tiket .

Mendapat sambutan dan tiket.

Di Ruang Pusat Informasi pemandu menjelaskan bahwa Museum BI diresmikan tahun 2009 oleh Presiden. Di sana terdapat prasasti peresmian dengan tanda tangan presiden.

Ruang Pusat Informasi

 

Prasasti peresmian.

Kami diajak memasuki ruang teater. Semula kami diberi tahu bahwa kami akan menonton bersama SD lain. Anak-anak pun duduk manis di deretan belakang, dan mengosongkan kursi bagian depan. Namun petugas memberi tahu bahwa pertunjukan itu hanya untuk SD Tetum Bunaya, dan mempersilakan kami mengisi bagian depan terlebih dahulu. Anak-anak pun duduk berdasarkan kelas.

Film yang diputar hari itu adalah Koina, film animasi yang menjelaskan tentang isi Museum BI, sepanjang 20 menit

Setelah menonton film kami berkeliling. Sayangnya kegiatan penjelasan yang diberikan terlalu cepat, dan berkali-kali anak-anak diminta untuk “Tepuk Diam” (Terus terang, rasanya gimana gitu, melihat cara membuat diam anak. He he ….). Karena anak-anak masih penasaran, kami pun berkeliling dengan membagi diri menjadi kelompok berdasarkan kelas, dan setiap kelompok didampingi 2-3 kakak. Ini ruangan-ruangan yang kami masuki.

Ruang Pra-Penjajahan

Bersama kakak, masing-masing kembali memasuki Ruang Pra-Penjajahan, yang berlantai dasar kayu seperti kapal. Sungguh menarik, karena rempah-rempah itu ditata di ruangan berlantai kayu, sehingga anak-anak merasa berada di kapal besar. Di ruang ini ditampilkan situasi perdagangan rempah-rempah yang menjadi latar belakang perbankan di Indonesia. Ada mural dan replika kapal nenek moyang kita yang berlayar hingga ke Madagaskar. Pada waktu itu sistem jual beli masih berupa barter. Nenek moyang kita menggunakan rempah-rempah sebagai alat tukar.

Rempah-rempah inilah yang mengundang bangsa Barat dan bangsa lain pun berdatangan untuk datang untuk mendapatkan rempah-rempah Nusantara. Di ruang ini ada foto pelayar-pelayar terkenal, seperti Marcopolo, Laksamana Cheng-ho, Alfonso d’Alburqueque,  dan Cornelis de Houtman. Dan inilah awal penjajahan Belanda.

“Kak, kenapa sih Belanda ngambil rempah-rempah ke kita?” tanya seorang anak dari Kelas Bumi.

“Iya, Kak, emangnya dia gak punya apa?”

Ruang Masa Hindia Belanda

Kami pun memasuki area Masa Hindia Belanda. Bangsa Belanda yang semula hanya ingin berdagang rempah, akhirnya membuka kantor dagang VOC di Batavia. Mereka juga mendirikan kantor bank bernama Bank van Leening pada tahun 1746 yang merupakan bank pertama di Nusantara. Belanda secara resmi menyebut negara kita sebagai Nederland Indie (Hindia Belanda) pada tahun 1815, yang dipimpin oleh Komisaris Jenderal. Pada tahun 1828 Belanda mendirikan De Javasche Bank (DJB), sebagai bank yang mencetak dan mengedarkan uang di Hindia Belanda. DJB adalah cikal bakal Bank Indonesia.

Di sana terdapat diorama yang menggambarkan aktivitas transaksi perbankan. Diorama ini menarik perhatian anak-anak.

“Ini patungnya  ceritanya lagi ngapain, Kak?”

“Bagus banget ya?”

“Kenapa orang Belanda semua, Kak?”

Diorama di ruang Masa Hindia Belanda.

Seragam tentara Belanda.

 

Seragam pejuang Indonesia.

Ruangan Masa Pra-Bank Indonesia

Di museum ini anak-anak jadi mengenal sejarah, ekonomi, dan politik Indonesia.

Di Ruang Pra Bank Indonesia terdapat penjelasan bahwa pada Desember 1949 Belanda mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS). Uang yang berlaku saat itu adalah uang kertas RIS yang menggantikan Oeang Republik Indonesia.

Hal yang menarik untuk anak-anak adalah masalah ejaan. Misalnya, penulisan uang dengan “oeang”,”Surabaya” dengan “Soerabaja”.

“Kak, kakek aku juga namanya pakai “Dj”, ” ucap salah satu anak.

Selain masalah bahasa, mereka juga belajar tentang periode waktu. Agar mereka paham tentang suatu masa di saat lampau dilakukan asosiasi  dengan masa kelahiran orang tua, kakek, atau kakek dari kakek. Jadi penjelasan tahun kelahiran Bank Indonesia di tahun 1953 adalah, “Waktu itu Ayah dan Bunda belum lahir, tapi Kakek dan Nenek sudah.”

Nasionalisasi DJB.

Setelah itu, mereka memasuki ruangan yang ditata berdasarkan periode waktu.

Ruang Periode-1 : 1953-1959 (Menuju Negara Modern)

Ruangan ini menunjukkan aktivitas BI di  awal masa berdiri. Bagi anak-anak, ruangan ini mungkin kurang dipahami karena display berupa teks didinding.

Rang Periode-2 : 1959-1965 (Membangun Sikap Kebangsaan)

Di sini anak-anak diperkenalkan dengan suara Bung Karno, dan proyek-proyek besar beliau yang perlu biaya (juga besar). Hasil proyek itu cukup dikenal anak-anak. Misalnya, Semanggi, dan Gelora, sehingga tidak sulit menjelaskan di bagian ini.

Ruang Periode-3 : 1966-1983 (Ekonomi sebagai Haluan Negara)

Pada bagian ini  mereka bisa melihat diorama dengan televisi hitam putih yang mengumandangkan gerakan menabung di Tabanas dan Taska. Juga ada celengan-celengan tanah liat, sebagai alat menabung tradisional. Ada pula diorama orang membatik, yang menunjukkan partisipasi masyarakat dalam perekonomian.

“Kak, kapan-kapan di sekolah ada kegiatan membatik, dong,” kata seorang anak.

Ruang Periode-4 : 1983-1997 (Globalisasi Ekonomi).

Ini juga bagian yang abstrak. Informasi diberikan dalam bentuk papan informasi dan kliping surat. Selain itu, ada informasi dari layar sentuh. Sekalipun sulit, anak-anak tetap dapat menikmati keindahan penataan ruang itu. Juga belajar tentang sistem periodisasi.

Ruang Periode-5 : 1997-1999

Ruangan ini cukup menarik perhatian. Suasana dibuat temaram, dengan audio yang menegangkan dan nuansa merah untuk menggambarkan suasana krisis.  Di sana ditampilkan bagaimana kalau sebelum krisis satu dollar bernilai Rp2.000, sesaat setelah krisis menjadi belasan ribu rupiah. Harga-harga pun naik, dan masyarakat panik.

“Tanya Kak Endah tuh, waktu krisis moneter sampai mborong susu buat bayinya karena takut kehabisan,” kata Kak Leli.

Waktu itu situasi memang menegangkan. Kerusuhan dan penjarahan terjadi di mana-mana karena kondisi ekonomi terpuruk. Mahasiswa dan rakyat sampai berdemo untuk menurunkan presiden. Di depan monitor yang menampilkan foto-foto saat krisis moneter, anak-anak duduk mengamati.

Yang menarik perhatian mereka adalah rak berisi telepon yang bergantian berdering. Itu merupakan simbol kesibukan BI menerima telepon karena masyarakat menarik dana-dana mereka dari bank, karena tidak percaya kepada pemerintah.

Ada juga foto-foto presiden, setelah krisis berlalu.

Ruang Periode 1999- Sekarang

Di ruangan ini ada papan informasi, dan ada pohon jati di tengah ruangan.

Ruang Emas

Ruangan yang membuat mereka ingin melihat lagi dan lagi adalah ruang emas. Di bawah sorot lampu keemasan, di ruang ini anak-anak melihat tumpukan emas sebagai cadangan devisa negara. Mereka juga bisa merasakan beratnya emas batangan. Beberapa anak perlu digendong agar tangannya bisa meraih emas di dalam kotak kaca.

Di Ruang Emas.

Ruang Numismatik

Ini adalah ruang yang paliiiing mereka nikmati. Beberapa anak sampai berlari dari satu display koleksi ke koleksi lain. Seperti peraturan di sekolah, kalau berlari mereka harus kembali ke posisi awal, dan mengulang dengan berjalan. Mereka pun melakukannya sambil tersenyum.

Betapa tidak menyenangkan, di sini mereka melihat Uang Kerajaan di Nusantara (ada yang berupa emas keciiiil), Uang Kolonial, Uang Awal Kemerdekaan RI, Uang Pemerintah dan BI (mereka sudah belajar tentang ciri-ciri uang asli, sehingga langsung bersemangat untuk melihat), Uang Token serta Uang Khusus. Mereka juga melihat uang-uang dari mancanegara.

Wah, kalau tidak distop mereka tidak mau meninggalkan ruang ini.

Pukul 11.00 mereka meninggalkan ruang koleksi, dan istirahat di lobi sebelum melanjutkan perjalanan.

Istirahat dulu di lobi.

Lalu, bersama bus kami pindah ke halaman Taman Fatahillah. Kak Leli dan Pak Raskam sudah memesan nasi ayam serta menggelar tikar di sana. Hmm nyam nyam ….

Makan siang.

Ada mobil patroli di dekat kami, dan anak-anak  pun naik usai makan. Kebetulan petugasnya cukup ramah dan mengizinkan.

Lalu yang laki berangkat shalat Jumat, sedangkan yang perempuan menunggu di Lapangan Fatahillah.

Berangkat shalat Jumat.

 

Hmm ini juga seru. Saatnya  naik sepeda.

Bersepeda.

Pukul 13.00 kami pun meninggalkan Kota Tua dengan beribu pengalaman.