“Sekolah ini laris ya,” kata seorang anak kelas Bumi (Kelas 3 SD Tetum Bunaya). Siang itu dia menunggu dijemput, dan dia melihat rombongan guru-guru berjalan ke arah Ruang Semut di Gedung TK untuk rapat.
“Kenapa laris?” tanya kami menanggapi pertanyaannya.
“Ya, banyak yang ingin jadi guru di sini.”
Dia cukup cermat. Jumlah guru di sekolah ini terus bertambah, dari waktu ke waktu.
Kebutuhan akan pengajar –dan SDM di posisi lain– itu menyesuaikan perkembangan sekolah yang terus tumbuh, sesuai dengan namanya.
Kami melakukan proses rekrutmen dan seleksi dengan memasang iklan dan menjaring lewat referral (orang yang dikenal). Biasanya dari iklan datanglah puluhan lamaran lewat email maupun pos. Kami pun mekakukan seleksi dengan melihat latar belakang pendidikan (sesuai dengan bidang yang akan dimasuki), pengalaman (baru lulus atau dengan pengalaman kerja 1-2 tahun), tempat tinggal (seputar Jagakarsa, Depok, Pasar Minggu). Foto pelamar juga menjadi pertimbangan. Kami akan mendahulukan pelamar yang berpenampilan bersahaja dan tersenyum.
Kemudian kami akan melakukan pemanggilan wawancara lewat telepon atau email. Pemanggilan biasanya dilakukan di hari Rabu siang. Di sesi pertama ini kami cukup tegas. Kami tidak akan memberi toleransi kepada pelamar yang minta penangguhan waktu. Di pertemuan itu kami meminta kepada pelamar untuk membawa berkas asli dan fotokopinya untuk dilakukan pengecekan. Di hari itu juga mereka mengisi biodata pelamar, menulis tentang “aku” dan pendidikan self care yang diterimanya ketika kecil. Dari biodata itu kami bisa menilai struktur berpikir, konsep diri, dan kepekaan terhadap lingkungan. Penjajagan kami lakukan lebih dalam pada sesi wawancara.
Suasana wawancara dibuat cair. Apalagi sebelumnya kami melakukan presentasi tentang filosofi, kurikulum dan keseharian di Sekolah Tetum Bunaya, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertanya.
Di hari itu juga pelamar melakukan microteaching dengan perlengkapan yang dibawa dari rumah. Tema sudah kami beri tahu sebelumnya, dan mereka bisa menggunakan proyektor, tape, papan tulis atau apa pun dari sekolah.
Situasi lain yang mereka ikuti adalah tes sensori untuk mengetahui profil sensori mereka (penciuman, auditori, visual, pengecapan, taktil, dan keseimbangan). Tes sensori dilakukan di dalam dan di halaman sekolah. Apabila cuaca baik, tes dilakukan di luar sekolah.
Di luar tes itu, masih ada tes kesehatan dan psikotes.
Apabila lulus tes, mereka menjalani masa percobaan tiga bulan. Masa percobaan itu ibarat penggemblengan di kawah Candradimuka, tempat Batara Empu Anggajali membina Tutuka menjadi kesatria Gatotkaca yang tangguh melawan musuh.
Wow, siapakah musuh apakah yang dihadapi para kakak yang menjalani masa pelatihan di kawah Candradimuka Tetum Bunaya? Bukan “musuh” istilah yang tepat, tapi “tantangan”, yaitu tantangan perubahan zaman.
Perubahan zaman itu terlihat dari komentar anak di atas. Anak yang analitis!